Bintan (21/03/2021) - Fasilitas sosial (Fasos), Fasilitas Umum (Fasum) merupakan tempat masyarakat melakukan aktivitas sosial, mulai dari tempat ibadah, jalan, sekolah, fasilitas pelayanan seperti Pos Kamling, Pos Ronda, Posyandu, Balai RT, Balai RW, Ruang Terbuka Hijau (RTH), taman bermain, lapangan dan lain-lain sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Lalu bagaimana dasar hukum pengelolaan/pemakaian Fasos/Fasum, berikut ini admin memiliki catatan kutipan, Cekidot...
![]() |
Fasum Losari II |
Permukiman yang nyaman dan menarik untuk ditinggali dapat diciptakan melalui penyediaan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang lengkap dan memadai. Fasos dan fasum merupakan fasilitas yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di suatu area permukiman. Fasilitas tersebut dapat berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, peribadatan, rekreasi dan budaya, olahraga, dan lain-lain. Penyediaan berbagai fasilitas tersebut telah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan rencana rincinya, dimana implementasinya dapat dilakukan dengan kerjasama antara Pemerintah Daerah (Pemda) dengan masyarakat maupun swasta.
Pembangunan fasos dan fasum di lingkungan perumahan dapat dilakukan oleh pihak pengembang dan kemudian diserahkan kepada Pemda atau kepada masyarakat perumahan tersebut melalui perangkat pengurus, baik RT/RW. penyediaan dan penyerahan fasilitas tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Perumahan Dan Permukiman Di Daerah Dan sesuai Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 11/2008 tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman, setiap pengembang wajib menyediakan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos), Fasilitas yang dimaksud itu antara lain seperti jalan penghubung, drainase, taman bermain, tempat ibadah dan ruang terbuka hijau.
Pengembang wajib menyediakan tanah seluas 30 persen dari total keseluruhan pembangunan dalam site plan sebagai fasum dan fasos. Berkaitan dengan mobilitas warga. Arti definisi/pengertian fasilitas umum adalah fasilitas yang diadakan untuk kepentingan umum. Contoh dari fasilitas umum (fasum) adalah seperti jalan, angkutan umum, saluran air, jembatan, fly over, under pass, halte, alat penerangan umum, jaringan listrik, banjir kanal, trotoar, jalur busway, tempat pembuangan sampah, dan lain sebagainya. Arti definisi/pengertian fasilitas sosial adalah fasilitas yang diadakan oleh pemerintah atau pihak swasta yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dalam lingkungan pemukiman. Contoh dari fasilitas sosial (fasos) adalah seperti puskemas, klinik, sekolah, tempat ibadah, pasar, tempat rekreasi, taman bermain, tempat olahraga, ruang serbaguna, kantor RW, makam, dan lain sebagainya.
Setiap pengembang perumahan/developer wajib memberikan lahan kosong yang bisa dimanfaatkan oleh para penghuni perumahan baik tanah kosong maupaun lahan terbuka hijau untuk bisa dimanfaatkan oleh para penghuni perumahan tersebut dapat juga dengan bekerjasama dengan pemda dalam bantuan pemberian sarana, prasarana dan utilitas umumuntuk perumahan umum sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 38/Prt/M/2015 Tentang Bantuan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum Untuk Perumahan Umum. Jika ketika pengembang dalam melakukan pemasaran penjualan perumahan tersebut termasuk pemberian fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya maka sudah menjadi kewajiban bagi pengembang tersebut untuk memenuhi dan menepati janji untuk membangun fasilitas tersebut, jika tidak maka masyarakat dapat mengajukan gugatan perdata dalam bentuk wanprestasi kepada pihak pengembang.
Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi dapat berupa tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya, melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul akibat wanprestasi tersebut, serta bunga.
Pengertian bunga di sini adalah hilangnya keuntungan yang sudah diperkirakan atau dibayangkan oleh kreditur seandainya tidak terjadi wanprestasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman di Pasal 20 ayat (1) Penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 meliputi: a. perencanaan perumahan; b. pembangunan perumahan; c. pemanfaatan perumahan; dan d. pengendalian perumahan. Ayat (2) Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi: a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman; dan b. rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Ayat (2) Rencana penyediaan kaveling tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan sebagai landasan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Ayat (3) Rencana penyediaan kaveling tanah dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi kaveling siap bangun sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman berbunyi Pembangunan perumahan meliputi: a. pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan/atau b. peningkatan kualitas perumahan. Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman tentang Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: a. pembangunan permukiman; b. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan c. pembangunan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan pelayanan sosial. Pasal 129 huruf f.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan masyarakat. Pasal 134 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan. Sanksi pidana diatur dalam Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pada Ayat (2) menyatakan bahwa Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan. Penyelesaian Sengketa Perumahan dalam Pasal 147 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa. Ayat (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisiasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana.
Pasal 149 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman menyatakan Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) atas pelanggaran dapat dilakukan oleh: a. orang perseorangan; b. badan hukum; c. masyarakat; dan/atau d. pemerintah dan/atau instansi terkait.
Pasal 1865 BW menyatakan bahwa Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
Menyikapi berbagai permasalahan dalam penggunaan Fasos/Fasum, dalam berkehidupan bermasyarakat kita harus saling toleransi dan tidak bisa maunya menang sendiri/egois, karena segala sesuatunya yang berkaitan dengan kepentingan warga harus yang diutamakan. Jika terjadi kebisingan dan ketergangguan masyarakat maka warga bisa mengajukan protes kepada pengurus RW setempat. Jika memenuhi unsur pidana warga bisa juga melakukan upaya hukum pidana kepihak kepolisian namun hal ini sebisa mungkin dihindari. Dengan dasar hukum pasal 503 ayat 1 KUHP menyatakan Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah : 1. Barang siapa membikin ingar atau riuh, sehingga ketentraman malam hari dapat terganggu ;
Namun, Lebih baik warga untuk melakukan mediasi dan bermusyawarah dengan para pengurus RT dan RW setempat serta warga sekitar agar tidak terjadi polemik dan sengketa antara warga dalam membangun/memakai fasiltas umum.
Sumber : https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=1154
Comments
Post a Comment
Silahkan Komentar untuk Blog Antar Berita